Jumat, 09 September 2011

Kurikulum Humanistik

A. Konsep Dasar Kurikulum Humanistik Munculnya teori pendidikan empiristik merupakan cikal bakal dari munculnya pendidikan humanis yang kemudian diikuti dengan kemunculan kurikulum humanistik, hal ini dikarenakan sama – sama mengakui bahwa dalam setiap diri manusia tedapat potensi, dan potensi itulah yang akan dikembangkan melalui pendidikan. Pendidikan humanistik merupakan model pendidikan yang berorientasi dan memandang manusia sebagai manusia [humanisasi], yakni makhluk ciptaan Tuhan dengan fitrahnya. Maka manusia sebagai makhluk hidup, ia harus mampu melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan hidupnya. Maka posisi pendidikan dapat membangun proses humanisasi, artinya menghargai hak-hak asasi manusia, seperti hak untuk berlaku dan diperlakukan dengan adil, hak untuk menyuarakan kebenaran, hak untuk berbuat kasih sayang, dan lain sebagainya. Pendidikan humanistik, diharapkan dapat mengembalikan peran dan fungsi manusia yaitu mengembalikan manusia kepada fitrahnya sebagai sebaik-baik makhluk [khairu ummah]. Maka, manusia “yang manusiawi” yang dihasilkan oleh pendidikan yang humanistik diharapkan dapat mengembangkan dan membentuk manusia berpikir, berasa dan berkemauan dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang dapat mengganti sifat individualistik, egoistik, egosentrik dengan sifat kasih sayang kepada sesama manusia, sifat menghormati dan dihormati, sifat ingin memberi dan menerima, sifat saling menolong, sifat ingin mencari kesamaan, sifat menghargai hak-hak asasi manusia, sifat menghargai perbedaan dan sebagainya. Kurikulum merupakan aspek pendidikan yang prinsipil, sebagai turunan dari tujuan, cita – cita atau orientasi pendidikan nasional , sehingga kurikulum menjadi peran yang sangat besar dalam pendidikan. Ada banyak model kurikulum yang berkembang dalam dunia pendidikan, ada banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan kurikulum diantaranya adalah satu ; kebutuhan zaman, dua ; pengaruh sosial politik, dan lain sebaginya. Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa kurikulum humanistik berawal dari aliran pendidikan empiristik kemudian lahirlah pendidikan humanis dan lahir pula kurikulum humanistik, sehingga kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanis, yang mana kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi ( Personalized Education ) yaitu Jhon Dewey ( Progressive Education ) dan J.J. Rousseau ( Romantic Education ) . yang mana aliran ini lebih memberikan tempat kepada siswa, artinya bahwa aliran ini beranggapan bahwa manusia adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan, manusia adalah subyek sekaligus obyek dalam pendidikan, dan juga manusia memiliki potensi , kekuatan dan kemampuan dalam dirinya bukan seperti yang dikatakan oleh para nativistik bahwa manusia tak ubahnya gelas kosong yang harus diisi oleh guru, para humanis juga menganggap bahwa manusia atau individu merupakan suatu kesatuan yang utuh dan menyeluruh ( gestalt), sehingga berangkat dari sini, pendidikan diarahkan kepada membina manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan inteletual tetapi juga segi sosial dan afektif . Sehingga dalam pendidikan humanistik meniscayakan akan terbangunnya suasana yang rileks, permissive, dan akrab, sehingga siswa dapat mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya. Dalam pendidikan humanis juga ditekankan bagaimana siswa dapat memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan, ini semua merupakan sebuah solusi dari semakin jauhnya pendidikan dari realitas sosial, oleh karena itu pendidikan humanis berusaha untuk mengembalikan pendidikan kepada realitas sosila dengan menanamkan nilai – nilai sosial dalam proses pendidikan. Ada beberapa aliran yang termasuk dalam pendidikan humanis yaitu pendidikan ; konfluen, kritikisme Radikal, dan Mistikisme Modern . Kurikulum konfluen dikembangkan oleh para ahli pendidikan konfluen yang ingin menyatukan segi – segi afektif ( sikap, perasaan, nilai ) dengan segi – segi kognitif dan pendidikan konfluen menekankan keutuhan pribadi, individu harus merspons secara utuh, akan tetapi pendidikan konfluen kurang menekankan pengetahuan yang mengandung segi afektif, menurut mereka kurikulum tidak menyiapkan pendidikan tentang sikap, perasaan, dan nilai yang harus dimiliki murid – murid, kurikulum hendaknya mempersiapkan berbagai alternatif yang dapat dipilih murid – murid dalam proses bersikap dan berperasaan dan memberi pertimbangan nilai , yaitu dengan mengajak siswa untuk menyatakan pilihan dan mempertanggung jawabkan sikap – sikap, perasaan – perasaan dan pertimbangan nilai yang telah dipilihnya. Kurikulum Humanistik memiliki indikator menempatkan pembelajar sebagai subject dalam pendidikan, dalam hal ini pendidikan yang bebas (liberating education) mendapatkan posisi yang sepantasnya. Esensi dari kurikulum ini adalah mempertemukan antara affectife domain (emotions, attitude, values) dengan cognitive domain (intelectual knowladge and abilities). Kedua aspek domain ini dapat ditemukan dalam karakter aktifitas pembelajaran sebagai berikut: 1.Partisispasi : power sharing, negotiations dan tanggungjawab bersama 2.Integrasi : interaksi, interpretasi dan integrasi pemikiran, perasaan dan tindakan 3.Relevan : pembelajaran yang memiliki hubungan dengan kebutuhan dasar dalam kehidupan siswa baik secara emosional maupun intelectual 4.Mandiri : diri sendiri merupakan obyek dari pembelajaran 5.Tujuan : memiliki tujuan sosial untuk mengembangkan diri sebagai manusia dalam kehidupan sosial Sebagai contoh salah satu titik berat dalam kurikulum humanistic ini ialah menuntut hunbungan emosional yang baik antara guru dan murid. Guru selain harus mampu menciptakan hubungan yang hangat dan baik dengan murid, juga harus mampu menjadi sumber. Ia harus mampu memberikan materi yang menarik dan mampu menciptakan situasi yang dapat memperlancar proses pembelajaran. Guru harus memberikan dorongan kepada murid atas dasar saling percaya, contoh nyatanya yakni guru tidak memaksakan hal-hal yang tidak disenangi muridnya. Pendidikan kritikisme radikal bersumber dari aliran naturalisme atau romantisme Rousseau. Mereka memandang pendidikan sebagai upaya untuk membantu anak menemukan dan mengembangkan sendiri potensi yang dimilikinya. Pendidikan merupakan untuk menciptakan situasi yang memungkinkan anak berkembang optimal. Dalam pendidikan tidak ada pemaksaan, yang ada adalah dorongan dan rangsangan untuk berkembang. Mistikisme modern adalah aliran yang menekankan latihan dan pengembangan kepekaan perasaan, kehalusan budi pekerti, melalui sensitivity trainning, yoga, meditasi dan sebagainya. Contoh : Outbound activity, salah satu aktifitas yang berguna untuk perkembangan motorik anak Para siswa diajak untuk melihat proses pembuatan suatu produk Siswa juga dikenalkan dengan rambu-rambu dan peraturan lalu lintas oleh Polisi secara langsung Masuk pasar, untuk mengenalkan para siswa bagaimana cara untuk transaksi jual beli Sejak dini siswa diajak untuk memanfaatkan kertas bekas & didaur ulang untuk bahan kreasi Cara mengirim surat. Siswa juga diajak melihat dari dekat ke Kantor Pos untuk transaksi Pos. Melihat dari dekat pelelangan ikan & kehidupan nelayan serta pengolahan di pantai Kenjeran Mengenal dari dekat Fauna yang ada di Kebun Binatang Surabaya serta melakukan observasi Peringatan Kemerdekaan RI 17 Agustus bersama tamu dari Luar Negeri, juga turut bermain teater Pelatihan kepemimpinan dengan permainan di alam terbuka menjadi kebutuhan mendasar Dari kegiatan tersebut sesuai dengan kurikulum yang berbasis rekonstruksi / rekayasa sosial.dimana kurikulum ini lebih menekankan pada problem-problem yang dihadapi murid dalam kehidupan masyarakat.konsepsi kurikulum ini mengemukakan bahwa pendidikan bukanlah merupakan usaha sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, dan kerja sama. Interaksi atau kerja sama dapat terjadi pada siswa dengan guru, siswa dengan siswa, siswa dengan lingkungannya dan dengan sumber-sumber belajar lainnya. Dengan kerja sama semacam ini, para siswa akan berusaha meemcahkan problem-problem yang dihadapi dalam masyarakat agar menjadi masyarakat yang lebih baik. Para ahli rekonstruksi sosial memandang kurikulum harus mampu menolong siswa menyesuaikan dengan masyarakatnya, dengan cara memberikan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan perubahan sosial. Konsep kurikulum humanistik memandang kurikulum sebagai alat untuk mnegmbangkan diri setiap individu siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mewujudkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Setiap individu pun mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi muali dari yang mendasar menuju yang lebih tinggi. Konsep ini melahirkan bentuk kurikulum yang berpusat pada anak didik atau child centered curriculum . Setiap siswa berkesempatan untuk belajar sesuai minat dan kebutuhannya masing-masing. Substansinya berupa rencana belajar yang disusun bersama antara anak didik dan guru. Adapun tujuan kurikulum humanistik menekankan pada segi perkembangan pribadi, integrasi dan otonomi individu. Tujuan ini dipanang dapat menjadi sarana mewujudkan diri. Contohnya, Tugas pendidikan dalam konsep ini adalah membantu individu dalam upaya mencapai perwujudan diri melalui pengembangan potensi yang dimiliki. Oleh karena itu, kurikulum sekolah disusun dengan mengindahkan keserasian antara perkembangan pribadi dan perkembangan kognisi secara simultan. Pendidikan bukan semata-mata member tetapi menumbuhkan keberanian kepada siswa untuk melakukan sesuatu. Kebutuhan utama yang harus dipenuhi siswa adalah kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum, dan tidur. Kebutuhan lainnya seperti kebutuhan akan rasa aman, kasih saying, atau rasa ingin diterima oleh kelompoknya, kebutuhan akan rasa dihargai dana kebutuhan perwujudan diri. B. Pendekatan Humanistik Ahli Psikologi dalam pendekatan ini adalah seperti Abraham Maslow, Rollo May, Carls Rogers dan Gordon Allport. Teori pendekatan humanistik memberi tumpuan kepada apa yang berlaku dalam diri seorang individu seperti perasaan atau emosinya. Teori ini menyatakan bahwa individu terdorong bertindak melakukan sesuatu kerana mempunyai satu kemauan atau keperluan dan bertanggung jawab atas segala tindakkannya. Menurut pendekatan ini, motivasi seseorang individu adalah kecenderungannya untuk berkembang dan mencapai keperluan untuk mengembangkan potensinya ke tahap maksimum. Abraham Maslow (1970) , belajar adalah proses yang berpusat pada pelajar dan dipersonalisasikan , dan peran pendidik amengemukakan Teori Hierarki Keperluan Maslow dengan praduga bahwa manusia tidak pernah puas dengan apa yang telah dicapai. Menurut Maslow keinginan manusia terdiri dari lima hirarki kepentingan, antara lain: kebutuhan fisiologi, keselamatan, penghargaan dan kasih sayang, penghormatan dan keperluan sempurna. Sedangkan Rogers (1956) mengatakan bahawa manusia sentiasa berusaha memahami diri sendiri, mempengaruhi dan mengawal perlakuan dirinya dan orang lain. Rogers berpendapat bahwa manusia lahir dengan kecenderungan untuk kesempurnaan yang akan memandunya menjadi manusia yang matang. C. Teori Belajar Humanistik Tujuan utama dari humanisme adalah perkembangan dari aktualisasi diri manusia secara otonom. Dalam humanismedalah sebagai seorang fasilitator. Afeksi dan kebutuhan kognitif adalah kuncinya, sedangkan tujuannya adalah membangun manusia yang dapat mengaktualisasikan diri dalam lingkungan yang kooperatif dan suportif. Dijelaskan juga bahwa pada hakekatnya setiap manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya. Karena itu, setiap diri manusia adalah bebas dan memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang mencapai aktualisasi diri secara maksimal. Menurut Carl Rogers, teori belajar humanis : a) Setiap individu adalah positif, serta menolak teori Freud dan behaviorisme. b) Asumsi dasar teori Rogers adalah kecenderungan formatif dan kecenderungan aktualisasi. c) Diri (self) adalah terbentuk dari pengalaman mulai dari bayi, di mana diri terdiri dari 2 subsistem yaitu konsep diri dan diri ideal. d) Kebutuhan individu ada 4 yaitu : (1) pemeliharaan, (2) peningkatan diri, (3) penghargaan positif (positive regard), (4) Penghargaan diri yang positif (positive self-regard). Penerapan Teori Humanis Dalam Kurikulum Pendidikan Menurut Gage dan Berline beberapa prinsip dasar dari pendekatan humanistik yang dapat kita pakai untuk mengembangkan kurikulum pendidikan adalah : 1. Murid akan belajar dengan baik apa yang mereka mau dan perlu ketahui . Saat mereka telah mengembangkan kemampuan untuk menganalisa apa dan mengapa sesuatu penting untuk mereka sesuai dengan kemampuan untuk mengarahkan perilaku untuk mencapai yang dibutuhkan dan diinginkan, mereka akan belajar dengan lebih mudah dan lebih cepat. Sebagian besar pengajar dan ahli teori belajar akan setuju dengan pernyataan ini, meskupun mereka mungkin akan tidak setuju tentang apa tepatnya yang menjadi motivasi murid. 2. Mengetahui bagaimana cara belajar lebih penting daripada membutuhkan banyak pengetahuan. Dalam kelompok sosial, dewasa ini di mana pengetahuan berganti dengan sangat cepat , pandangan ini banyak dibagi di antara kalangan pengajar, terutama mereka yang datang dari sudut pandang kognitif. 3. Evaluasi diri adalah satu satunya evaluasi yang berarti untuk pekerjaan murid. Penekanan di sini adalah pada perkembangan internal dan regulasi diri. Sementara banyak pengajar akan setuju bahwa ini adalah hal yang penting, mereka juga akan mengusung sebuah kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan murid untuk berhadapan dengan kemauan eksternal. Krikulum Humanistik, Sumber : Pendidikan Pribadi (filsafat eksistensialisme) 1. orientasi ke masa sekarang 2. asumsi : anak punya potensi 3. pendidikan ibarat bertani 4. guru adalah psikolog, bidan, motivator, fasilitator D. Karakteristik Kurikulum Humanistik Kurikulum humanistik memiliki beberapa karakteristik yang tidak lepas dari karakteristik pendidikan humanis, diantaranya adalah : - Adanya hubungan yang harmonis antara guru dan siswa Untuk membangun suasana belajar yang baik, hubungan antara guru dan siswa harus pula dibangun seharmonis mungkin, sehingga guru tidak terkesan menakutkan, karena pengaruh psikis sangat mempengaruhi daya tangkap siswa dalam belajar, jika kita lihat fenomena pembelajaran disekolah, ada istilah guru killer ataupun dosen killer, ini merupakan bukti bahwa ternyata masih ada dalam proses pembelajaran yang mana guru atau dosen yang ditakuti oleh para siswa atau mahasiswa, dan berimplikasi terhadap daya tangkap siswa. - Integralistik Maksudnya adalah dalam kurikulum humanistik menekankan kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual ( Kognitif) tetapi juga emosional dan tindakan, ini merupakan komitment dari pendidikan humanis yang mana berupaya untuk mengembalikan pendidikan kepada realitas sosial. - Totalitas Maksudnya adalah kurikulum humanistik harus mampu memberikan pengalaman yang menyeluruh ( totalitas ) , bukan terpenggal – penggal ( parsial ) - Model Evaluasi tidak ada kriteria pencapaian Seperti yang dijelaskan diatas bahwa kurikulum menekankan totalitas, oleh karena itu dalam model evaluasi yang dilakukan tidak ada kriteria pencapaian, karena kurikulum ini lebih menekankan proses bukan hasil, jika kita melihat fenomena UNAS dalam pendidikan kita di Indonesia, kriteria pencapaian yang diformat dalam UNAS sangat tidak humanis, karena hanya menitik beratkan kepada aspek kognitif sehingga keberhasilan pendidikan hanya di nilai dari angka bukan sikap, walaupun dalam KTSP format penilaian menggunakan aspek sikap. Tentunnya hal ini bertentangan dengan pendidikan humanis yang berorientasi terhadap pengembangan potensi manusia. Karakteristik kurikulum : 1. siswa adalah subjek, punya peran utama 2. isi/bahan sesuai minat/kebutuhan siswa 3. menekankan keutuhan pribadi 4. penyampaian : discovery, inquiry, penekanan masalah sumber : Anderson, L.W. and Krathwohl, (ed). (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing. New York: Addison Wesley Longman, Inc. Ausubel, D.P. and Robinson, F.G. (1969). School Learning. New York: Holt, Rinehart and Winston,Inc Beanne, J.A and Toepfer, G.F. and Alesi, Jr. S.J. (1986). Curriculum Planning and Development. Boston: Allyn and Bacon,Inc. Beanne, James A (Ed.). (1995). Toward A Coherent Curriculum. Alexandria, Virginia: ASCD. Brady, Laurie. (1990). Curriculum Development. New York: Prentice Hall. Diamond, R.M. (1991). Designing and Improving Courses and Curricula in Higher Education. San Fransisco: Jossey-Bass Publishers. Fogarty, Robin. (1991). Integrate the Curricula. Palatine, Illinois: IRI/Skylight Publishing, Inc. Gardner, Howard. (1993). Creating Minds. New York: Basic Books. Johnson, E.B. (2002). Contextual Teaching and Learning. Thousand Oaks, California: Corwin Press, Inc. Longstreet, W.S. and Shane, H.G. (1993). Curriculum for a New Millennium. Boston: Allyin and Bacon, Inc. Marsh, Colin J. (2006). Key Concepts for Understanding Curriculum. London : RoutledgeFalmer. McNeil, J.D. (1985). Curriculum: A Comprehensive Introduction. Boston: Little, Brown and Company. Miller, J.P and Seller, W. (1985). Curriculum: Perspectives and Practice. New York: Longman Nunan, David. (1988). The Learner Centered Curriculum. New York: Cambridge University Press. Oliva, Peter E. (1992). Developing the Curriculum. New York: Harper Collins Publishers. Parkay, Forrest W., Anctil Eric J. and Hass, Glen. (2006). Curriculum Planning: A Contemporary Approah. Boston: Pearson. Schubert, W.H. (1986). Curriculum: Perspective, Paradigm, and Possibility. New York: Macmillan Publishing Co. Slattery, Patrick. (1995). Curriculum Development in the Postmodern Era. New York: Garland Publishing, Inc. Sukmadinata, Nana Sy. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kesuma Karya. ------------------------ (2003). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Roosda Karya. ------------------------ (2002). Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah. Bandung: Kesuma Karya. ------------------------ (2001). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Roosdakarya. Wiles, Jon and Bondi, Joseph. (1993). Curriculum Development: New York: Maxwell Macmillan International. Al Qur’an Surat Al Imran Nana Syaodih Sukmadinata , Pengembangan Kurikulum ; Teori dan Praktek . ( PT. Remaja Rosdakarya; Bandung ) 2007 . Suyanto dan Djihad Hisyam Refleksi dan Reformasi Pendidikan Di Indonesia memasuki millennium III. ( Adi Cita Karya Nusa; Yogyakarta ) 2000 Musthofa Rembangy, M.S.I. Pendidikan Transformatif, Pergulatan kritis merumuskan pendidkan di Tengah arus Globalisasi, ( Penerbit Teras; Yogyakarta ) 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar